Sports Arena – Skuad timnas Indonesia yang diasuh Shin Tae-yong tengah menatap event besar: Piala Asia 2024. Namun demikian, persiapan mereka mendapat perhatian dari pecinta sepak bola tanah air.
Salah satunya datang dari Tommy Welly. Pengamat sepakbola yang biasa wara wiri di layar kaca televisi nasional sebagai pundit ini melihat jika skuad timnas Indonesia asuhan Shin memiliki sederet persoalan.
Shin memanggil 7 pemain yang berstatus pemain naturalisasi. Nyaris sepertiga dari 29 pemain yang dipanggil untuk menyongsong event 4 tahunan AFC itu.
Berita Terkini:
- Juara Nusantara Open 2023, Persib U-17 Amankan Trofi Prabowo Subianto
- Coby White Bawa Chicago Bulls Kalahkan Philadelphia 76ers di Wells Fargo Center
- NOC Indonesia Kenalkan Olympism dan Kampanyekan Persiapan Tim Indonesia Menuju Paris
Menurut Towel, sapaan akrab Tommy Welly, ada beberapa pertanyaan yang menurutnya tak masuk di logika. Sebab, gemuknya pemain naturalisasi justru merugikan pemain-pemain lokal yang sudah berkompetisi di negeri sendiri.
“PSSI bisa menaturalisasi 15 sampai 18 pemain sekaligus. Komite Exco bisa memutuskan 11 starter pemain naturalisasi semua,” kata Towel di acara Diskusi Turun Minum yang diadakan PSSI Pers di Media Centre Kemenpora, Kamis (21/12/2023).
“Namun, pada saat bersamaan, akan datang pertanyaan kepada PSSI dan pecinta sepakbola, di mana posisi kompetisi kita? Apa kontribusinya?” kata dia menambahkan.
Polemik banyaknya naturalisasi memang jadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Terlebih selama 4 tahun belakangan secara masif PSSI menaturalisasi pemain keturunan Indonesia.
Atas proses naturalisasi ini, Shin selaku pelatih memanggil nyaris 1/3 pemain yang berstatus naturalisasi ke skuat Timnas Indonesia mulai dari Kualifikasi Piala AFF, Piala Asia, Kualifikasi Piala Dunia hingga jelang Piala Asia.
Kondisi ini memang ada positif dan negatifnya sebab mereka yang berstatus naturalisasi adalah mereka yang sudah mencicipi kompetisi Eropa. Secara pengalaman mereka sudah berkompetisi dengan atmosfer dengan level tinggi.
Di satu sisi, pemain yang berkompetisi di Indonesia juga harusnya mendapat tempat yang sama. Namun faktanya di lapangan, ada beberapa pemain yang layak dipanggil malah alpa meski Shin menjelaskan alasan di balik tak dipanggilnya mereka.
Dua di antarnya adalah pemain Borneo FC yakni Stefano Lilipaly dan Nadeo Argawinata. Tercatat, dua pemain ini tak pernah absen di 23 pertandingan Liga 1 bersama Pesut Etam.

“PSSI bertanggung jawab membangun sepakbola Indonesia. Di dalamnya termasuk membuat Timnas yang berprestasi,” kata Towel.
“Sepengetahuan saya, profil wajah sepakbola atau struktur sepakbola sebuah negara adalah piramida. Yang paling bawah grassroots, ini pasti jumlah yang sangat besar karena hampir setiap anak main bola. Usianya 8 sampai 12 tahun.”
“Lalu dia akan masuk ke level youth yaitu usia 13 sampai 17 tahun. Semua anak yang main bola di SSB atau di lapangan manapun main bola termasuk kategori ini. Lalu mereka akan kembali tereduksi lagi di level elite. Misalnya EPA atau timnas kelompok umur.”
“Dari sini mereka yang berhasil, naik ke elite di profesional klub. Apakah semua akan masuk? Kan belum tentu. Jadi piramidanya akan makin kecil. Jadi ini level elite youth lalu ke profesional elite.”
“Yang di atas adalah timnas. Jadi timnas enggak pernah jadi faktor sendiri. Timnas itu bagian dari proses ini,” kata dia menjelaskan.
Menurut Towel, PSSI punya tanggung jawab memajukan sepakbola nasional. Salah satunya membuat timnas Indonesia menjadi kuat.
“Jadi naturalisasi kita sudah gak debat layak atau tidak karena koridor hukumnya sudah jelas. Tapi kita mempertanyakan arah pengembangan sepakbola kita.”
“Kalau PSSI yang sekarang memutuskan semua naturalisasi bisa saja. Lalu pertanyaannya akan datang dimana positioning kompetisi kita?” ujar Towel.
Dapatkan sejumlah berita terkini setiap harinya hanya di Sports Arena, dan jangan lupa follow sejumlah akun media sosial kami; Instagram, Twitter dan TikTok.