Sports Arena –Sepakbola Indonesia itu ibarat seorang gadis cantik. Kecantikannya begitu memikat. Kini, dua menteri pun ikut kesengsem melihatnya dan ingin menguasai ‘Sang Gadis Cantik’ tersebut.
Gambaran itu jelas terlihat dengan tampilnya Menteri BUMN, Erick Thohir sebagai bakal calon Ketua Umum PSSI dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Zainudin Amali sebagai bakal calon Wakil Ketua Umum PSSI periode 2023-2027 pada Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI yang rencananya digelar di Jakarta, (16/1) mendatang.
Memang sah-sah saja dan tidak ada larangan kedua menteri tersebut ingin masuk dalam kepengurusan PSSI. Namun, tidak ada yang tahu persis mengapa keduanya begitu ngotot untuk bisa mendapatkan Sang Gadis Cantik tersebut.
Baca Juga:
- Duel Menarik Hiasi Lolosnya Minions ke Perempat Final
- Potret Agata Centasso, Diklaim Jadi Pesepakbola Tercantik Dunia
- Marc Marquez Pasrah Soal Pengembangan Motor RC213V Terbaru
Yang pasti, sutradara yang mempoles Gadis Cantik itu tersingkir sebelum masa kontraknya berakhir. Padahal, film yang alur ceritanya cukup bagus tersebut belum tuntas dan belum ada jaminan kehadiran sutradara baru bisa menjadikannya lebih bagus dan diminati penonton.
Sama halnya dengan Ketua Umum PSSI periode 2019-2023, Mochamad Iriawan yang menjadi sutradara sepakbola Indonesia mampu mencatat sederet prestasi. Yakni, menjadikan timnas Indonesia juara Piala AFF U-16 pada 2022, timnas U-20 dan timnas senior Indonesia lolos ke Piala Asia 2023 serta dilengkapi dengan timnas Wanita Indonesia lolos ke Piala Asia 2022.
Semua yang dicapai Iwan Bule termasuk meningkatkan peringkat Indonesia dari 173 (28 November 2019) hingga 151 (22 Desember 2022) dunia dan menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2023 begitu gampang terlupakan.
Sebagai sutradara yang kontrak resminya tercatat hingga November 2023 terpaksa harus merelakan kursinya ditempati figur lain pada 16 Februari 2023 mendatang. Padahal, tak ada jaminan figur pengganti bakal bisa mencapai prestasi lebih baik dari yang dicapainya.
Kata-kata KLB memang sudah menjadi momok yang paling menakutkan dalam dunia sepakbola Indonesia. Tanpa ada pelanggaran rambu statuta pun bisa terjadi KLB. Bahkan, rekomendasi Tim Gabungan Investigasi Pencari Fakta (TGIPF) yang dibentuk pemerintah terkait Tragedi Kanjuruhan pun bisa dijadikan patokan untuk mengganti kepemimpinan PSSI.
Apakah sejarah KLB ini akan terus menyelimuti sepakbola Indonesia? Apakah KLB akan terulang kembali meski tanpa ada pelanggaran statuta? Ataukan memang KLB menjadi solusi memperbaiki kondisi sepakbola? Semua itu jawabnya ada di pemilik suara (voters). Begitu juga dengan prestasi sepakbola Indonesia ke depan.
Penulis: Dali Tahir, Mantan Komite Etik FIFA