Sports Arena – Sporting Director Ducati Corse, Paolo Ciabatti, mengaku pihaknya takkan memaksa Pecco Bagnaia untuk memakai nomor balap 1 di MotoGP 2023.
Meski nomor tersebut bakal membuat Ducati bangga, Ciabatti merasa Bagnaia sudah terlalu sering ganti nomor balap. Atas alasan inilah Ducati tak mau memberinya paksaan.
Bagnaia mengawali kiprah Grand Prix di Moto3 dengan nomor balap 21. Namun, ia tak bisa memakai nomor itu saat naik ke Moto2 2017, karena sudah dipakai sesama anggota VR46 Riders Academy, Franco Morbidelli. Ia pun ganti ke nomor 42.
Sayang, saat naik ke MotoGP 2018, ia tak bisa pakai nomor itu karena telah dipakai Alex Rins.
Angka 63 lalu dipilih Bagnaia sebagai nomor balapnya di MotoGP karena kelipatan dari angka 21 dan 42. Namun, ia sukses jadi juara dunia pada 2022, sehingga ia berhak memakai nomor balap 1 pada 2023.
Nomor tersebut memang hanya boleh dipakai oleh seorang juara dunia bertahan. Hingga kini, Pecco Bagnaia belum ambil keputusan.
Ducati sendiri baru pernah sekali mendapati pembalapnya pakai nomor 1, yakni pada 2008, usai Casey Stoner menjuarai MotoGP 2007. Mereka sangat ingin nomor itu kembali di fairing Desmosedici pada 2023. Ciabatti sendiri tak memungkiri bahwa itu akan jadi pesan bagi para rival mereka bahwa Ducati adalah motor terbaik.
“Tahun ini fantastis bagi Ducati. Tak hanya dari sudut pandang olahraga, melainkan juga berkat angka penjualan yang lebih tinggi dari yang pernah kami capai. Pemakaian nomor 1 jelas penting karena ini mengirimkan sinyal tegas. Nomor 1 hanya dimiliki sang juara dunia,” ujarnya via Speedweek, Rabu (28/12).
Meski begitu, Ciabatti memaklumi jika Bagnaia akhirnya memilih tetap pakai nomor 63. Pasalnya, tren ogah pakai nomor 1 juga dilanjutkan oleh Joan Mir dan Fabio Quartararo.
Keduanya mengakui nomor 1 tak mewakili diri mereka, tetapi ini juga berkaitan dengan citra dan produksi merchandise mereka untuk fans.
Pria Italia ini juga menyatakan Ducati tak mau memaksa Bagnaia memakai nomor 1 karena mereka tak ingin memberikan beban tambahan padanya. Apalagi, nomor tersebut dianggap membawa kutukan. Sejak Mick Doohan pada 1998, belum ada lagi rider yang mampu menjuarai GP500/MotoGP ketika pakai nomor 1.
“Dari sudut pandang perusahaan, bakal menyenangkan jika para pembalap kami memakai nomor 1. Di lain sisi, kami juga memaklumi bahwa ada kepercayaan takhayul yang terlibat, dan fakta bahwa pembalap masa kini membangun citranya dan memproduksi merchandise berdasarkan nomor balapnya,” tutur Ciabatti.
“Sulit melepas nomor yang memberi kebahagiaan. Pecco sudah sering ganti nomor, dari 21 ke 42 dan ke 63. Ia menjuarai Moto2 dengan 42 dan MotoGP dengan 63. Mungkin ini bakal membantu. Namun, kami serahkan semua kepada pembalap. Penting baginya untuk rileks dan berkendara dengan nomor yang ia anggap mewakili dirinya,” tutup Ciabatti.