Sports Arena – PSSI kembali mengambil langkah penting dalam membangun masa depan sepak bola nasional. Kali ini, federasi menunjuk Simon Tahamata sebagai Kepala Pemandu Bakat (Head of Scouting).
Bukan sekadar penunjukan simbolis, peran ini merupakan bagian dari rencana jangka panjang PSSI. Induk sepak bola Tanah Air tersebut mau memperkuat fondasi pembinaan pemain muda menuju Piala Dunia 2026 dan pengembangan tim nasional yang berkelanjutan.
Sebagai Kepala Pemandu Bakat, Simon akan memimpin proses pencarian pemain-pemain bertalenta baik dari Tanah Air maupun diaspora di luar negeri. Ia akan bekerja bahu membahu dengan tim pelatih seperti Patrick Kluivert, Gerald Vanenburg, dan Nova Arianto.
Berita Terkini:
- Alex Marquez Petik Hikmah Gagal Finis di Le Mans
- Son Heung-min Jadi Korban Pemerasan Terkait Informasi Palsu
- Jinakkan Cavaliers, Pacers Melaju ke Final NBA Wilayah Timur 2025
“Kami sangat antusias menyambut Simon Tahamata dalam keluarga besar PSSI. Pengalaman dan keahliannya dalam pengembangan pemain muda akan menjadi aset berharga dalam perjalanan kami menuju panggung dunia,” kata Ketua Umum PSSI, Erick Thohir dikutip laman resmi federasi.
Kepercayaan yang diberikan PSSI, disambut positif oleh Simon. Sosok berusia 68 tahun tersebut mengaku sudah tidak sabar untuk memulai pekerjaannya.
“Pertama, terima kasih atas semua pesan yang baik yang saya terima. Saya menantikan bekerja bersama coach Patrick Kluivert dan staf teknis lainnya di Indonesia,” ucap Simon.
Simon Tahamata bukan nama sembarangan. Pria berdarah Maluku tersebut di Vught, Belanda, pada 26 Mei 1956, adalah pemain sayap eksplosif yang sempat mengisi lini serang Timnas Belanda pada 1979 hingga 1986.
Debut Simon di kancah internasional terjadi pada laga peringatan ulang tahun FIFA ke-75 melawan Argentina di Bern, Swiss. Dalam 22 penampilan bersama Timnas Belanda, ia mencetak dua gol.
Karier klubnya pun gemilang. Dimulai dari akademi junior Ajax Amsterdam, Simon menembus tim utama dan tampil memukau dari 1975 hingga 1980, dengan bermain dalam 149 pertandingan, menyumbang 17 gol dan 33 assist.
Selama kariernya Simon turut membawa Ajax memenangkan sederet juara. Mulai dari tiga gelar Eredivisie dan satu Piala KNVB, serta mengantar klub tersebut ke semifinal Piala Eropa.
Setelah masa kejayaan di Ajax, Simon melanjutkan petualangannya ke Belgia bersama Standard Liege. Di sana, ia menorehkan dua gelar liga, satu Piala Belgia, dan membawa tim mencapai final Piala Winners.
Selama berseragam Liege, Simon mencatatkan 40 gol dari 129 laga, dan meraih penghargaan Man of the Season serta Belgian Fair Play Award. Tahun 1984 menandai kembalinya ke tanah Belanda bersama Feyenoord, sebelum merumput lagi di Belgia dengan Beerschot dan Germinal Ekeren.
Bersama Germinal, Simon menutup karier sebagai pemain setelah mencapai final Piala Belgia musim 1994/95. Kemudian ia gantung sepatu pada 1996.
Namun, kecintaannya pada sepak bola tak berhenti di sana. Usai pensiun, Simon mendedikasikan diri sebagai pelatih pemain muda dengan membina bakat-bakat di klub-klub seperti Ajax, Standard Liege, Beerschot, hingga Al Ahli.
Tak hanya itu, pada 2015 Simon mendirikan akademi sendiri yang diberi nama Simon Tahamata Soccer Academy. Ia melakukan itu sebagai bentuk komitmennya membentuk generasi baru pesepak bola berkarakter.
Maret lalu, Ajax memberikan penghormatan emosional untuknya. Dalam laga melawan Utrecht di Johan Cruyff Stadium, Simon disambut sorak sorai fans dan sebuah spanduk besar bertuliskan “Oom Simon, Terima Kasih.” Sebuah momen penuh nostalgia yang membuatnya terharu di tengah lapangan klub yang membesarkan namanya.
Kini, Simon bersiap untuk memulai babak baru dalam hidupnya dengan membangun masa depan sepak bola Indonesia. Ia dijadwalkan tiba di Tanah Air pada akhir Mei.
Dapatkan sejumlah berita terkini setiap harinya hanya di Sports Arena, dan jangan lupa follow sejumlah akun media sosial kami; Instagram, Twitter dan TikTok.