Sports Arena – Kejuaraan bulutangkis YONEX All England selalu mendapat tempat khusus dalam kalender Federasi Badminton Dunia (BWF).
Edisi ke-113 turnamen tertua di dunia YONEX All England 2023 dimulai di Utilita Arena pada 14-19 Maret 2023
Tahun ini menandai momen penting All England yang telah menginjak tahun ke-30 penyelenggaraannya di Utilita Arena, Birmingham.
Terkini:
- Aleix Espargaro: Ducati Bikin Saya Takut!
- Andakara Prastawa Ukir Sejarah Baru di IBL 2023
- Indra Widjaja Ditunjuk Jadi Pelatih Tunggal Putri
Sejarah All England
Dilansir dari laman resmi All England, pada 1898, klub bulu tangkis Guildford BC di Inggris menggelar turnamen bulutangkis untuk pertama kalinya.
Turnamen tersebut sukses sehingga Badminton Association (Inggris) pada tahun berikutnya mengadakan acara yang sama di Aula London Scottish Rifles, pada 4 April 1899.
Kendati demikian, pada turnamen tersebut baru ada tiga kategori, yakni ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran.
Sementara, sektor tunggal putra dan tunggal putri baru diikutsertakan pada 1900.
Kemudian turnamen tersebut menjadi sangat populer dengan nama ‘The All-England Badminton Championships’ dan terbuka untuk pemain seluruh Inggris.
Selama periode tersebut, All England didominasi oleh pemain kepulauan Inggris.
Pebulutangkis Sir George Thomas merupakan yang paling terkenal karena sudah memenangkan 21 gelar dari tiga kategori yang diperlombakan.
Sir George Thomas juga merupakan seorang atlet catur yang hebat.
Selain itu, juga terdapat beberapa bintang bulutangkis dari periode sebelum perang dunia, seperti Frank Devlin dengan 18 gelar, Ralph Nichols, Betty Uber, Meriel Lucas, dan Kitty McKane.
Pemain Asing Pertama
Peserta asing pertama yang mengikuti ajang tersebut adalah pebulutangkis juara Kanada, Jack Purcell pada 1931.
Pada 1938, kontingen Denmark yang berjumlah 13 orang mengikuti turnamen tersebut.
Dengan adanya pemain asing yang ikut bertanding di All England, dominasi pemain Inggris mulai berkurang.
Pada turnamen All England 1939, tepat sebelum perang dunia kedua, empat dari lima gelar yang diperlombakan jatuh ke tangan pemain luar Inggris.
Kota Baru, Sejarah Baru
All England pertama kali diadakan pada 1898, dan selama 94 tahun berikutnya diadakan di berbagai tempat di London.
Dilansir dari laman resmi All England, pada 1940, turnamen All England diadakan di Harringay Arena, London yang berkapasitas 12.000 tempat duduk.
Namun, akibat perang dunia yang terjadi, turnamen All England diselenggarakan kembali pada 1947.
Setalah beberapa kali berpindah tempat pertandingan, pada 1994, All England dipindahkan ke Birmingham menyusul suksesnya penyelenggaraan kejuaran Dunia pada tahun sebelumnya (1946).
Dan langkah itu tidak diragukan lagi sukses besar, dengan kejuaraan yang sekarang lebih besar dan lebih baik dari sebelumnya.
Acara tersebut diberi status Super Series pada 2007, dan kemudian ditingkatkan statusnya menjadi Super Series Premier pada 2011 yang mengukuhkan tempatnya di jantung dunia bulutangkis.
All England terus mengukir namanya di dunia bulutangkis tetapi juga membuat tanda besar di Birmingham sendiri, menjadi bagian penting dari jalinan olahraga kota.
Cllr Ian Ward, Pemimpin Dewan Kota Birmingham berkata: “30 tahun menjadi tuan rumah YONEX All England Open Championships di sini di Birmingham adalah pencapaian yang luar biasa dan bukti fakta bahwa ini adalah kota olahraga yang benar-benar mendunia.”
“Merupakan kudeta besar bagi Birmingham untuk setiap tahun menjadi tuan rumah turnamen bulutangkis terbesar dan terbaik di dunia, dan setelah Commonwealth Games yang sensasional musim panas lalu, sungguh luar biasa menjadi tuan rumah acara olahraga global bergengsi lainnya.”
“Birmingham 2022 memamerkan mengapa bulutangkis dianggap sebagai salah satu olahraga tercepat dan paling menarik di Commonwealth Games dan kita dapat mengharapkan lebih banyak aksi kelas dunia bulan depan.”
Ukiran Sejarah Para Legenda
Pada 29 edisi Kejuaraan All England sebelumnya yang telah berlangsung di Birmingham telah menyaksikan beberapa juara bulutangkis terbesar menuliskan nama mereka di buku sejarah.
Mungkin tidak ada yang melakukannya lebih dari Gao Ling dan Huang Sui, yang bersama-sama memenangkan turnamen ganda putri selama enam tahun berturut-turut antara 2001 dan 2006.
Orang-orang seperti Lee Chong Wei, Tine Baun dan Lin Dan juga telah memenangkan banyak gelar di ajang tersebut, sementara beberapa tahun terakhir telah melihat pemain hebat seperti Viktor Axelsen, Carolina Marin, Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo, dan Tai Tzu-Ying semua mengangkat trofi juara.
Edisi pertama pada 1994 menampilkan duo Inggris Nick Ponting dan Joanne Wright memenangkan gelar ganda campuran, sementara Wright kembali memenangkan gelar bersama Simon Archer pada 1999.
Dan juara lokal terakhir datang pada 2005, ketika Nathan Robertson dan Gail Emms merebut mahkota ganda campuran.
Sejarah Pebulutangkis Indonesia
Indonesia telah mengoleksi 48 gelar sepanjang sejarah penyelenggaraan turnamen All England.
Raihan tersebut membuat Indonesia berada pada peringkat keempat dalam daftar negara dengan gelar All England terbanyak, setelah Inggris (189), Denmark (88), dan Cina (85).
Pada 1959, Tan Joe Hok melalui nomor tunggal putra berhasil mempersembahkan gelar pertama Indonesia di All England.
Hingga saat ini, Tan Joe Hok merupakan salah satu dari lima tunggal putra Indonesia yang berhasil menjuarai All England.
Empat lainnya adalah Rudy Hartono, Liem Swie King, Ardy B Wiranata, dan Hariyanto Arbi.
Pebulu tangkis legenda tanah air, Rudy Hartono, merupakan raja tunggal putra All England dengan koleksi delapan gelar juara.
Tujuh dari delapan gelar juara tersebut didapatkan Rudy secara beruntun dari 1968 hingga 1974.
Selain Rudy, Indonesia memiliki pasangan ganda putra legendaris Tjun Tjun/Johan Wahjudi yang telah mengoleksi enam gelar All England.
Kemudian, di tunggal puteri juga ada nama Susi Susanti dengan perolehan empat trofi juara.
Berikut pebulutangkis Indonesia dengan gelar All England terbanyak:
- Rudy Hartono: 8 gelar (1968, 1969, 1970, 1971, 1972, 1973, 1974, 1976)
- Tjun Tjun/Johan Wahjudi: 6 gelar (1974, 1975, 1977, 1978, 1979, 1980)
- Susi Susanti: 4 gelar (1990, 1991, 1993, 1994)
- Liem Swie King: 3 gelar (1978, 1979, 1981)
- Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir: 3 gelar (2012, 2013, 2014).