Sports Arena – Tirai akhirnya ditutup bagi Luciano Spalletti. Dalam konferensi pers perpisahannya yang penuh gejolak, ia tak hanya mengakhiri masa jabatannya, melainkan juga membuka permasalahan sistemik yang membelenggu Italia.
Pemecatan Spalletti, yang telah dipublikasikan sehari sebelumnya, menjadi klimaks dari kekalahan telak 0-3 lawan Norwegia. Bahkan kemenangan 2-0 kontra Moldova, lewat gol Giacomo Raspadori dan Andrea Cambiaso, tak mampu menghapus noda kekalahan memalukan itu.
Performa tim yang jauh dari meyakinkan seolah menjadi cermin dari kegagalan sang arsitek. Italia tampak kehilangan jati drinya semenjak dipegang Spalletti.
Berita Terkini:
- Menang di Aragon, Marc Marquez Belajar dari Kesalahan
- Cristiano Ronaldo dan Gelar Ketiganya Bersama Portugal
- Coco Gauff Tebarkan Tangis Bahagia, Aryna Sabalenka Berduka
“Sorak sorai penonton membanjiri kami dengan kehangatan, dan seharusnya kami bisa membakar semangat mereka lebih lagi,” kata Spalletti dengan suara dipenuhi penyesalan dikutip Football Italia.
Saat berbicara momen tersebut di hadapan awak media Spalletti tidak sendirian. Ia didampingi Gianluigi Buffon dan Presiden FIGC Gabriele Gravina.
Spalletti, yang hidupnya ditempa oleh kesulitan, menolak belas kasihan. Ia berpegang teguh dengan pendiriannya yang yakin setiap rintangan dapat lewati dengan baik-baik saja.
“Ketika seseorang mencoba menunjukkan belas kasihan kepada saya, saya merasa ingin menanduk mereka, saya bereaksi terhadap hal itu setiap saat,” tegasnya, menunjukkan sisa-sisa semangat juang yang membara di balik kekalahannya.
Rumor pergantian pelatih pun telah berembus kencang. Claudio Ranieri berada di barisan terdepan, disusul Stefano Pioli sebagai alternatif.
“Saya mengakui bahwa saya tidak meninggalkan skuad Italia yang hebat kepada pengganti saya. Malam ini pun, performa kami tidak terlalu bagus. Saya diberi kesempatan, saya mencoba, saya membuat kesalahan, saya melakukan eksperimen. Saya selalu berusaha belajar, saya tidak pernah merasa lebih tahu dari siapa pun.”
“Saya tidak mampu mengeluarkan yang terbaik dari para pemain ini dan saya harus mengakui itu. Semua orang tampil di bawah standar. Bahkan, kalian (media) terlalu baik kepada saya, saya seharusnya lebih keras. Jika suatu hari saya harus membicarakan hal buruk tentang kalian…”
Nasihat Spalletti untuk penggantinya pun terdengar seperti sebuah peringatan. Ia menyampaikan menjadi juru formasi Italia adalah tugas yang berat dan tida semua orang siap untuk memikulnya.
“Saya mencoba mengguncang keadaan ketika saya tiba, tapi mungkin saya malah membuat lebih banyak kerusakan, dari apa yang saya lihat. Buffon menggerutu kepada saya empat atau lima kali tentang itu. Buffon sangat membantu saya. Anda baru menyadari setelahnya apakah Anda melakukan hal yang benar atau tidak, saya mencoba beberapa hal. Saya berharap yang terbaik untuk Federasi dan pelatih baru yang akan datang.”
Kekecewaan terbesarnya selama kurang dari dua tahun menukangi Azzurri adalah cinta yang tak terbalas. Ia tahu betul suporter sangat berharap melihat Italia tampil oke dalam setiap pertandingan yang dimainkan.
“Kekecewaan adalah cinta yang saya miliki untuk Nazionale ini. Malam ini, tujuh atau delapan anak berlarian menyambut bus tim saat kami tiba. Kami melihat cinta yang mengelilingi kami dan kami tidak dapat membalasnya dengan performa yang tepat.”
Spalletti memilih untuk mengumumkan pemecatannya kepada para pemain sebelum mengatakannya kepada publik. Ia melakukannya karena ingin anak asuhnya tahu hal tersebut langsung dari mulutnya.
“Mereka tetap diam, tidak ada yang bisa mereka katakan. Saya memanggil mereka lima menit lebih awal, tapi mereka sudah merasakan bagaimana keadaannya, jadi saya memutuskan untuk mengungkapkannya. Lagipula, jika saya menyimpannya, hari ini dan besok hanya akan menjadi kontroversi tanpa henti.”
“Saya marah pada diri sendiri dan tidak ada orang lain, karena saya melakukan pekerjaan saya dengan buruk. Saya meninggalkan tim Italia ini kurang lebih di tempat saya menemukannya, tetapi saya gagal memperbaiki keadaan, yang berarti saya tidak melakukan pekerjaan saya dengan baik. Dalam pertandingan pertama saya sebagai CT, ada ketakutan kami tidak akan lolos ke Euro, sekarang saya meninggalkan mereka dalam situasi yang sama.”
Selain itu Spaletti melontarkan ultimatum bagi pemain yang menolak panggilan membela Italia. Ia menyatakan seharusnya setiap orang yang diminta memperkuat negaranya adalah sebuah kebanggaan.
“Saya berharap siapa pun yang datang setelah saya dapat meningkatkan tim ini, karena saya tentu tidak mengharapkan hal buruk pada skuad ini. Saya berharap seseorang memberi tahu mereka yang menolak panggilan bahwa itu berarti mereka tidak akan pernah dipanggil lagi.” Pernyataan ini jelas merujuk pada Francesco Acerbi, bek Inter Milan yang menolak panggilan Kualifikasi Piala Dunia setelah mengklaim tidak dihormati oleh Spalletti.
“Saya mungkin berperilaku buruk di sana, tetapi ada dialog melalui telepon juga. Saya meminta maaf kepada Acerbi dan dia mengatakan semuanya baik-baik saja, tapi kemudian… Memang benar saya tidak memanggilnya sebelumnya, tapi itu karena saya ingin memberi waktu bermain kepada Calafiori, Buongiorno, sementara Leoni juga bersiap. Saya tetap yakin orang lain akan membuat pilihan yang sama.”
Spalletti juga tak segan menyalahkan jadwal pertandingan padat, yang seolah tak berujung. Para pemain dilanda kelelahan sehingga tidak dapat mengeluarkan kemampuan terbaiknya.
“Sulit jika otot dan kaki tidak berfungsi. Tonali terus-menerus mendorong, dia seperti pelari maraton Afrika, tetapi sulit bagi yang lain. Mungkin saya membuat beberapa pilihan buruk, dan mungkin kami tidak beruntung bahwa pertandingan pertama adalah Norwegia tandang. Jika Anda memiliki pertandingan yang lebih mudah sekarang dan yang lebih sulit di bulan September, mungkin akan berbeda. Dengan semua itu, saya tidak melakukan pekerjaan dengan baik.”
Masalah lain yang tak henti menghantui Italia adalah menyusutnya jumlah pemain berkualitas. Spalletti kesulitan mendapatkan pemain sesuai dengan kriteria yang dibutuhkannya.
“Saya mencoba memanggil Chiesa, tapi dia tidak pernah bermain. Zaccagni cedera dan meminta untuk ditinggalkan di rumah. Zaniolo hampir tidak bermain sekarang. Semua tim perlu mendukung pemain yang mampu menggiring bola melewati lawan, karena kita tidak melihat banyak dari mereka sekarang dan mereka adalah pemain yang membuat perbedaan.”
Pada akhirnya, Spalletti harus angkat kaki dari Italia dengan penuh kekecewaan. Kontribusi yang selama ini telah dilakukannya seolah tidak dianggap.
“Saya tidak tahu, jika Anda menerima peran itu, Anda harus menemukan solusi. Anda tidak bisa bersembunyi di balik alibi tidak banyak pemain. Saya membuat kesalahan dan dalam beberapa hal memang benar saya harus dipecat, tetapi saya tidak mengajukan pengunduran diri karena saya yakin saya bisa melakukan yang lebih baik.”
“Jika saya diberitahu bahwa saya bukan orang yang tepat, maka saya menerimanya. Saya meninggalkan Nazionale persis sama seperti saya menemukannya,” tutup Spalletti, meninggalkan jejak dalam 12 kemenangan, enam hasil imbang, dan enam kekalahan selama masa jabatannya. Sebuah akhir yang pahit bagi sang juru taktik yang pernah berharap bisa membawa Italia kembali ke puncak kejayaan.
Dapatkan sejumlah berita terkini setiap harinya hanya di Sports Arena, dan jangan lupa follow sejumlah akun media sosial kami; Instagram, Twitter dan TikTok.